IMPRESI UNTUK NASKAH TEATER
"NYANYIAN LAUT"
"NYANYIAN LAUT"
Secara kebetulan kami bertemu di warkop Todilaling, Pekkabata. Para sahabat saya dari Madatte Arts mengatakan sedang menggarap sebuah pementasan teater dan mereka meminta pendapat saya. Oleh Gunawan, saya kemudian disodori naskah yang dimaksud.
Hampir saja saya kecewa membaca judulnya. "NYANYIAN
LAUT". Pertama kali membaca judulnya saya tidak mempunyai
kesan istimewa sama sekali, semuanya biasa saja. Namun ketika mataku mulai
menyusuri huruf demi huruf dan bibirku mulai merangkai kalimat yang tertulis
dalam naskah itu aku seakan tersentak. “Ini naskah yang luar biasa,”ucapku
dalam hati.
Jika anda pernah membaca naskah-naskah teater produksi Madatte Arts maka anda tidak akan ragu lagi menilai kepiawaian
mereka. Terlebih jika lakon itu sudah dialihkan
ke atas panggung. Maka penonton harus siap terpana dan menahan perasaan yang
bisa dipastikan akan bercampur baur terpengaruh oleh pementasan.
Demikian juga kali ini, judul naskah teater
Nyanyian Laut karya Muh. Ibnu Masyis ini mungkin akan membawa paradigma kita tentang kisah asmara anak
muda. Namun siapa nyana jika naskah teater ini berkisah
tentang salah satu situasi perang terhebat yang pernah dialami VOC dalam
usahanya menaklukkan nusantara, Perang Makassar. Sebuah perang yang bahkan
membuat kaget para raja dan jenderal perang di berbagai belahan dunia yang tidak
menyangka bahwa kerajaan Gowa akan berhasil takluk oleh VOC.
Perang Makassar adalah perang yang melibatkan suku
Makassar serta hampir semua etnis di jazirah Sulawesi maupun daerah lain yang
berada di sekitarnya. Tidak terkecuali suku Bugis dan Mandar.
Dalam naskah ini, teman-teman Divisi Teater Madatte Arts mampu menyajikan 'hidangan' sejarah yang berimbang berdasar
fakta yang ada. Tentu saja hal itu tidak mengherankan sebab selain sebagai
seniman, beberapa diantara mereka juga pemerhati sejarah yang sedikit-banyak mengkaji
buku-buku sejarah.
Penggalan sejarah yang dimuat oleh naskah ini bercerita
tentang gambaran sisi kemanusiaan dari masing-masing tokoh sentral dalam
peristiwa ini dalam perjalanan pasukan Mandar yang dipimpin oleh Todipossoq Di
Galesong menyusul pasukan kerajaan Wajo sebagai pasukan bantuan kerajaan Gowa
melawan VOC dan kerajaan Bone pada bagian akhir perang Makassar.
Tidak etis rasanya jika saya bercerita lebih banyak
tentang kisah teater ini sebelum pementasan sesungguhnya berlangsung. Namun
demikian sekali lagi saya ingin menegaskan bahwa kepiawaian seorang teman-teman Madatte dalam
mengemas kisah teater tak perlu diragukan lagi sehingga saya merasa perlu untuk
menghimbau kepada anda semua untuk menghadiri dan menyaksikan langsung
persembahan sanggar Madatte Art dalam acara MILAD mereka tahun ini.
Persiapan perahu Padewakang sebagai panggung teater pementasan Nyanyian Laut di Milad IV RBN Madatte Arts 2016 |
“Saya tidak ingin membahas dan menyajikan kisah sejarah dengan metode belah bambu, sebab semua pelaku sejarah pasti mempunyai alasan sendiri dalam bertindak.” Pungkas mereka saat mengakhiri percakapan kami kemarin yang bertepatan dengan hari Pahlawan, Selasa 10 November 2015.
ZULFIHADI
Penggiat Sejarah Sulawesi Barat (Mandar)