Baju Pasangang Mandar (Foto: Ibnu Masyis) |
Tempo hari Junaedi Mahyuddin bercerita tentang baju penari Sikola Paqbanua yang terbuat dari kertas minyak. Perihal kertas minyak, yang paling dekat dengan aktivitas kita hari ini paling hanya digunakan sebagai kertas layangan, pembungkus cucur dan baje bandong atau sebagai pembungkus buku dan kadang digunakan menjadi hiasan menjuntai dalam suatu acara.
Penari dengan baju kertas minyak (Foto: Sikola Paqbanua) |
Seingat saya, baju yang terbuat dari kertas minyak ini tidak hanya digunakan para penari Mandar tetapi juga perempuan pessawe. Saya masih ingat sewaktu kakak perempuan saya messawe kuda pattuqduq belasan tahun lalu di Wonomulyo dan terakhir di Lemosusu, beliau memakai baju pasangang yang terbuat dari kertas minyak. Kakak saya kala itu tidak mau asal-asalan pakai kostum. Ada seseorang dari kalangan keluarga yang dipercaya mengurusi kostum. Dari situ saya tahu bahwa persoalan baju saja tidak sembarang orang yang bisa menyentuh. Apalagi baju pasangang dari kertas minyak, selain hanya orang tertentu yang pandai membuat, juga ada ritualnya.
Baju perempuan Mandar kira-kira secara umum terdiri atas: 1) Baju Pokkoq, biasa dikenakan para penari, peqoro dan perempuan disaiyyang atau perempuan yang berada di posisi belakang saat messawe saiyyang pattuqduq. 2) Baju pattuqduq, umumnya dikenakan pengantin wanita dan saat menari/ mattuqduq. 3) Baju pasangang, terdapat beberapa warna dan dikenakan tergantung usia dan kasta. Terkhusus perempuan tomesaiyyang atau perempuan yang berada di posisi depan saat messawe, tentu mengenakan pasangang warna merah.
Tentang baju perempuan Mandar yang terbuat dari kertas minyak, sebenarnya identik dengan perempuan tomesaiyyang di jaman dulu. Bahkan dapat dikatakan, hanya baju pasangang merah tomesaiyyang yang terbuat dari kertas minyak. Sehingga hanya pessawe dioloq saja yang tahu seluk beluk sampai cara pembuatan baju pasangang kertas minyak ini.
Cara menyambung kertas minyak hingga menjadi baju pasangang dengan cara dijahit. Konon perempuan tomesaiyyang lebih malaqbi terlihat bila mengenakan baju pasangang kertas minyak. Auranya berbedalah, lebih paindo terlihat, singkatnya. Prosesi messawe jaman dulu dipenuhi dengan ritual. Selain pembuatan baju pasangang, semua aksesoris perempuan pessawe termasuk sarung, dali dan lain-lain terlebih dahulu melalui proses ritual sebelum dikenakan. "Da leqbaq messawe atau meqoro kalau tidak berisi," begitu kata salah seorang perempuan pessawe yang saya temui. "Saya pernah ditawari seseorang untuk menggunakan ranjaq ringe (susuk/ pemikat yang dikenakan di gigi) saat hendak messawe untuk lebih mempesona. Tapi saya tolak karena gigi akan cepat rusak," lanjut beliau yang juga pernah mappake saat penyerahan piala Prasamya Purnakarya Nugraha di jaman Puang Mengga sebagai bupati Polmas (baca: Polman) atas keberhasilan tertinggi pembangunan yang dicapai Kab. Polmas kala itu.
Seiring waktu, baju pasangang mulai dibuat dari kain. Dari banyak perubahan itu, kini aksesoris di dada tidak lagi menggunakan ringgiq asli. Paling hanya menggunakan bros biasa yang disematkan di dada. Dali sebagai giwan hari ini telah menggunakan kapas. Padahal dulu dali menggunakan bunga melati atau beru-beruq. Istilahnya dalam 1 dali berisi sattunjungang beru-beruq. Cara mengukur sattunjungang itu menggunakan daun tanga-tangang yang dirangkai sedemikian rupa sebagai wadah beru-beruq sebelum disematkan di dali. Beru-beruqnya akan mekar sendiri saat telah berada di dali.
Baju perempuan Mandar kira-kira secara umum terdiri atas: 1) Baju Pokkoq, biasa dikenakan para penari, peqoro dan perempuan disaiyyang atau perempuan yang berada di posisi belakang saat messawe saiyyang pattuqduq. 2) Baju pattuqduq, umumnya dikenakan pengantin wanita dan saat menari/ mattuqduq. 3) Baju pasangang, terdapat beberapa warna dan dikenakan tergantung usia dan kasta. Terkhusus perempuan tomesaiyyang atau perempuan yang berada di posisi depan saat messawe, tentu mengenakan pasangang warna merah.
Tentang baju perempuan Mandar yang terbuat dari kertas minyak, sebenarnya identik dengan perempuan tomesaiyyang di jaman dulu. Bahkan dapat dikatakan, hanya baju pasangang merah tomesaiyyang yang terbuat dari kertas minyak. Sehingga hanya pessawe dioloq saja yang tahu seluk beluk sampai cara pembuatan baju pasangang kertas minyak ini.
Cara menyambung kertas minyak hingga menjadi baju pasangang dengan cara dijahit. Konon perempuan tomesaiyyang lebih malaqbi terlihat bila mengenakan baju pasangang kertas minyak. Auranya berbedalah, lebih paindo terlihat, singkatnya. Prosesi messawe jaman dulu dipenuhi dengan ritual. Selain pembuatan baju pasangang, semua aksesoris perempuan pessawe termasuk sarung, dali dan lain-lain terlebih dahulu melalui proses ritual sebelum dikenakan. "Da leqbaq messawe atau meqoro kalau tidak berisi," begitu kata salah seorang perempuan pessawe yang saya temui. "Saya pernah ditawari seseorang untuk menggunakan ranjaq ringe (susuk/ pemikat yang dikenakan di gigi) saat hendak messawe untuk lebih mempesona. Tapi saya tolak karena gigi akan cepat rusak," lanjut beliau yang juga pernah mappake saat penyerahan piala Prasamya Purnakarya Nugraha di jaman Puang Mengga sebagai bupati Polmas (baca: Polman) atas keberhasilan tertinggi pembangunan yang dicapai Kab. Polmas kala itu.
Seiring waktu, baju pasangang mulai dibuat dari kain. Dari banyak perubahan itu, kini aksesoris di dada tidak lagi menggunakan ringgiq asli. Paling hanya menggunakan bros biasa yang disematkan di dada. Dali sebagai giwan hari ini telah menggunakan kapas. Padahal dulu dali menggunakan bunga melati atau beru-beruq. Istilahnya dalam 1 dali berisi sattunjungang beru-beruq. Cara mengukur sattunjungang itu menggunakan daun tanga-tangang yang dirangkai sedemikian rupa sebagai wadah beru-beruq sebelum disematkan di dali. Beru-beruqnya akan mekar sendiri saat telah berada di dali.
Perempuan Mandar mengenakan Baju pasangang, dali beru-beruq & ringgiq asli (Foto Ibnu Masyis) |
Jika ada pendapat yang mengatakan bahwa kita (saya) generasi baru lahir ini hanya selalu puas pada tataran eksistensi tanpa menyentuh esensi, bolehlah kita menemui para mpu baju pasangang yang diyakini sebagai warisan leluhur. Tidak hanya selesai seperti tulisan kulit paling luar ini. Saya teringat kemanakan perempuan saya sewaktu lebaran, sebelum pamit saya berjabat tangan dan kemudian dia hendak mencium tangan saya dan ternyata tangannya sendiri yang dia cium. Sepertinya begitulah gaya terbaru mencium tangan hari ini.
Ditulis sebagai arsip Madatte Arts
Add Comments